Selamat datang para Nasionalis

Selamat datang para Nasionalis di website
sYndicate for Indonesia Transformation Universitas Indonesia (sYndrom UI)

16 Oktober 2007

Quo Vadis Pendidikan Indonesia ?

oleh: M. Fajri Siregar*

Ke manakah arah pembangunan pendidikan kita? Pertanyaan ini pantas kita ajukan jika melihat kondisi pendidikan di tanah air.

Alih alih menguatkan fondasi atau dasar pembangunan pendidikan,pemerintah kita justru semakin membingungkan rakyat (dan diri sendiri?) dengan kebijakan yang menimbulkan berbagai kekhawatiran. Anxiety ini terutama dipicu oleh adanya RUU BHP atau Badan Hukum Pendidikan dan Perpres no 77 tahun 2007 yang mengizinkan penanaman modal asing dalam bidang pendidikan,dengan maksimal tingkat penguasaan saham sebesar 49%. Kekhawatiran yang ditunjukkan oleh berbagai kalangan ini bukanlah suatu ekspresi nasionalisme sempit yang tidak mengizinkan adanya keterlibatan pihak asing dalam pendidikan nasional,melainkan suatu kekhawatiran bahwa pemerintah akan semakin lepas tangan dari urusan pendidikan,dan bahwa mekanisme pasar yang akan mengatur kebutuhan dasar tiap warga negara ini.Akibat yang sangat mungkin terjadi ialah kesenjangan pendidikan yang semakin mencolok, dimana pendidikan yang berkualitas hanya dapat dinikmati oleh kelompok masyarakat yang secara finansial mampu. Padahal, pemerintah wajib menyediakan pendidikan berkualitas yang mampu diakses oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa pandang bulu. Namun, kebijakan yang akhir akhir ini dikeluarkan pemerintah sangat kontradiktif dengan semangat keterbukaan akses pendidikan yang mereka usung. Ditambah pula dengan tarik ulur 20% dari APBN yang semestinya dialokasikan untuk anggaran pendidikan, komitmen para elite kita terhadap urusan pencerdasan anak bangsa kembali dipertanyakan.

Dengan berbagai indikasi,yang terlihat dengan menjamurnya sekolah asing dari tingkat playgorup hingga perguruan tinggi dan sekolah sekolah nasional yang menawarkan kurikulum internasional untuk menjaring semakin banyak murid alias konsumen, muncul suatu pertanyaan : Akankah dunia pendidikan kita pada akhirnya harus tunduk pada logika pasar ?

Jika hal ini yang terjadi ( dan indikasinya sudah sangat kuat) ,maka mimpi akan kesempatan yang merata akan pendidikan berkualitas di negeri ini tetaplah suatu mimpi.Sebaliknya,mimpi buruk bahwa pendidikan menjadi kebutuhan primer yang berharga kebutuhan tertier akan sangat mungkin menjadi kenyataan.Dan hal ini sangat mungkin terjadi,jika segala wacana dan diskursus publik mengenai masalah pendidikan dijawab dengan produk hasil kepentingan elite yang ternyata lagi lagi mementingkan kepentingan segelintir orang di atas kepentingan masa depan bangsa.Ironis adalah kata yang tepat untuk menggambarkan keadaan saat ini, jika kita kaitkan dengan komitmen para pemimpin kita, di mana mereka enggan berinvestasi ke dalam sumber daya manusia,namun pada saat yang sama membiarkan pihak asing untuk 'mengambil alih' tanggung jawab tersebut.

Mungkin,pemerintah kita sadar akan ketidakmampuannya untuk mengelola pendidikan dan akhirnya merelakan masalah ini untuk diurus sama orang lain. Lagipula,sejak kapan pemerintah kita berani berkata 'tidak' terhadap tekanan dari lembaga internasional yang punya daya cengkeram yang kuat atas Indonesia seperti WTO ? RUU BHP dan Perpres no 77 tahun 2007 adalah anak kandung dari ketidakberdayaan pemerintah ini.

Namun, koreksi tentu masih bisa dilakukan dan jika masyarakat pendidikan terus mengingatkan akan pentingnya arah pembangunan pendidikan yang diikuti negeri ini, maka mudah-mudahan tujuan utama kita semua, yaitu pencerdasan kehidupan bangsa, dapat dicapai.

* Penulis adalah direktur kajian pendidikan sYndicate for Indonesia Transformation (sYndrom) UI