Selamat datang para Nasionalis

Selamat datang para Nasionalis di website
sYndicate for Indonesia Transformation Universitas Indonesia (sYndrom UI)

24 Oktober 2008

Penyikapan terhadap Statement Ormas Islam kanan terhadap RUU Pornografi

1) amat menghargai pernyataan sikap tersebut.
2) namun tidak sepakat terhadap esensi pernyataan sikap tersebut.
3) menolak disahkannya RUU Anti-Pornografi
Argumen:
persoalan pornografi (pornoaksi) merupakan persoalan individu yang harus diselesaikan dalam konteks akhlak. Apabila dengan adanya pornografi/aksi membuat manusia goyah, tentu yang salah adalah manusianya. Tuhan YME, Allah SWT, Tuhan Yesus, Sang Hyang Widhi, akan selalu menurunkan cobaan kepada umatNya (salah satunya adalah cobaan terhadap akhlak kita dalam menyikapi pornografi).
Dikeluarkannya RUU ini justru akan membahayakan aset bangsa kita. Bali, DIY, Papua, dan beberapa wilayah yang masih menggunakan instrumen kebangsaan tradisionalisme (atristic culture), dimana merupakan aset natural endowmnets Bangsa ini akan berpotensi melepaskan diri dari Indonesia.
Disahkannya RUU ini tentu akan membuat warga yang mempunyai hak berserikat dan berkumpul, serta hak beribadah, dan berekspresi akan terkekang. Ini artinya telah terjadi pelanggaran HAM berat (Gross violation of Human Rights). UUD 1945, Konvensi HAM PBB: Universal Declaration of Human RIghts mengamanatkan dengan jelas bahwa hak-hak ini harus dilindungi, tanpa terkecuali. Bali, DIY, Papua, dan beberapa daerah yang kental dengan tradisionalisme akan terancam dikekang Haknya (rights), hanya karena customary dan cultural heritage mereka menggunakan pakaian dan adat yang dalam RUU anti-pornografi/aksi dikategorikan sebagai "porno".
Padahal kita ketahui bahwa daerah-daerah inilah penyumbang aset pariwisata, dan sumber daya alam yang signifikan bagi Bangsa yang majemuk dan sekuler ini. Bisa dibayangkan berapa miliar dollar hilang dari GDP bangsa ini hanya karena RUU ini, lantas daerah-daerah ini memilih merdeka?
disamping itu perlu dicamkan post-conflict resolution yang akan mungkin terjadi jika kawasan-kawasan ini merdeka. Bali, DIY, dan Papua tentu memerlukan kedaulatan (sovereignty), teritorial dan yurisdiksi bagi mereka.
Dalam konteks teritorial dan yuisdiksi, kawasan ini legally akan memiliki kawasan perairan yang sebelumnya kita miliki bersama. Hal ini menadakan akan berkurangnya kawasan ekonomi ekslusif (economic exclusive zone), yang jika bangsa ini utuh, tentu akan dapat diberdayakan untuk kemajuan bangsa.
Dalam konteks kedaulatan, kawasan ini tentu akan menegakkan kedaulatan dari dimungkinkannya ancaman (existential threat atau hingga tahap eminent threat) dari Bangsa tedekatnya, yakni Indonesia, Timor-Timur dan Australia disamping dalam kewajibannya (state's obligations) untuk melindungi warga negara di dalam kawasannya masing-masing. Mengingat Bali, Papua, atau DIY yang dalam konteks ini (misalnya) negara baru, mereka mustahil memiliki angkatan bersenjata yang kuat. Oleh karenanya dengan kedaulatan penuh (absolute sovereignty) daerah ini berhak mendatangkan bantuan militer dari negara lain (millitary assistance) untuk mengamankan teritorial dan warga negaranya (contoh: Jepang, Kosovo, Negara-negara di Asia Tengah). Negara lain seperti China, Australia, India, atau Amerika Serikat yang sampai saat ini memiliki kepentingan untuk menjamin keamanan transportasi perdagangan dunia di kawasan Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Lombok, dan Selat Makassar (choke points) tentu akan dengan senang hati memenuhi permintaan Bali, DIY, dan Papua. Bukankah ini berarti ancaman nyata untuk Bangsa Indonesia?
Dalam konteks kenegaraan, munculnya dukungan dari Ormas Islam kanan terhadap RUU Anti-Pornografi ini membuktikan bahwa mekanisme dan metodologi agama ternyata tidak mampu menjawab tantangan manusia untuk mengendalikan akhlaknya. JUtaan masjid dan tempat ibadah, puluhan juta Ulama, dan ratusan Juta muslim ternyata tidak berfungsi dengan baik dalam memperbaiki akhlak, sampai-sampai melalui beberapa ormas Islam, kaum agamawan menyerahkan terhadap mekanisme negara untuk mengambil alih tugas dan fungsinya untuk mengatur akhlak.
Wassalam,
Pamungkas Ayudhaning D,
Intelektual Muslim Moderat-Direktur Eksekutif sYndrom